Editorial
Oleh : kang oby kresna
THE REAL NEWS ONE - Setiap tahun, Negeri ini merayakan Hari ANTIKORUPSI Sedunia seolah-olah sedang merayakan warisan budaya luhur.
Kita mengutuk KORUPSI, tapi ironisnya, kita justru merayakan 'budaya' KORUPSI itu sendiri dalam keseharian kita. Sebuah tarian ironis antara kebanggaan budaya dan penerimaan pasif terhadap "warisan" terkelam bangsa.
Di tengah kebanggaan kita pada kekayaan budaya, seperti peninggalan sejarah situs, kain batik, alat tenun ratusan tahun dan wayang Seni Rupa , tersembunyi ironi yang menyakitkan : KORUPSI. Fenomena ini telah merasuki berbagai sendi kehidupan, menjadi "budaya" gelap yang sulit diberantas. KORUPSI bukan sekadar tindakan individual, melainkan refleksi dari pola pikir yang terwariskan, tumbuh dari kebiasaan kecil yang dianggap lumrah hingga menjadi sistem yang mengakar.
Kita mudah mengecam KORUPSI, tetapi seringkali enggan mengakui bahwa masalah ini berasal dari diri kita sendiri. Perubahan tidak akan terjadi tanpa keberanian untuk bercermin dan mengakui adanya kebiasaan buruk ini.
HARI ANTIKORUPSI Sedunia seringkali hanya menjadi seremonial, perayaan kosong tanpa aksi nyata. Padahal, KORUPSI adalah ancaman nyata yang merusak Sendi sendi bangsa dan mengkhianati amanat jabatan, membawa penderitaan abadi bagi rakyat.
Budaya sejati tidak hanya tentang keindahan yang dipamerkan, tetapi juga tentang kejujuran menghadapi sisi kelam.
Mengakui KORUPSI sebagai bagian dari masalah budaya kita bukanlah bentuk kekalahan, melainkan langkah awal menuju perbaikan. Dari kesadaran ini, lahirlah harapan untuk tidak hanya merayakan warisan, tetapi juga berani memberantas kebiasaan buruk yang merusak. Ketegasan, bukan sekadar perayaan, yang akan membawa perubahan. ****
Kang oby kresna
Editor : tim Redaksi


