Gambar

Gambar

Iklan

Investasi sebagai Senjata: Ketika Kedaulatan Lingkungan dan Ekonomi Diuji

Redaksi one
Jumat, 05 Desember 2025
Last Updated 2025-12-06T05:20:06Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

 


THE REAL NEWS ONE - Bencana ekologis yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi tidak boleh dilihat sebagai peristiwa alam biasa di tengah kesunyian. Ada pola yang mengkhawatirkan: kita mungkin sedang menghadapi bentuk "serangan" baru dari aktor-aktor global, yang tidak menggunakan misil atau pesawat tempur, melainkan melalui metode yang lebih halus, sistematis, dan legal—yakni investasi dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan.


Ini adalah "perang modern" tanpa serangan militer konvensional. Senjatanya adalah modal besar, lobby politik, dan kontrak-kontrak yang mengikat. Sasaran utamanya adalah kedaulatan lingkungan dan ekonomi bangsa. Medan pertempurannya adalah hutan, gunung, sungai, dan laut kita. Korban yang berjatuhan bukanlah prajurit, melainkan masyarakat adat, petani, nelayan, dan warga biasa yang kehilangan rumah, mata pencaharian, dan nyawa akibat banjir, longsor, serta kerusakan ekosistem.


Bagaimana "serangan" ini bekerja?


1. Eksploitasi Berkedok Investasi: Modal asing (dan terkadang domestik) masuk dengan janji pembangunan, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, sering kali yang terjadi adalah ekstraksi sumber daya secara masif—kayu, mineral, batubara, perkebunan monokultur—dengan mengabaikan daya dukung lingkungan dan aturan perlindungan.


2. Melemahnya Regulasi: Tekanan investasi seringkali diiringi dengan pelemahan regulasi, penerbitan izin yang cepat tanpa kajian mendalam, atau pengawasan yang longgar. Ini membuat negara seolah "membuka gerbang" bagi kerusakan yang terstruktur.


3. Bencana sebagai Akibat: Ketika hutan gundul, daerah aliran sungai rusak, dan lereng digerus tambang, akibatnya adalah bencana hidrometeorologi yang semakin intens: banjir bandang dan tanah longsor yang mematikan, seperti yang kita saksikan.


4. Konsekuensi Berlapis: Bencana tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menciptakan ketergantungan baru, menguras anggaran negara untuk rehabilitasi, dan pada akhirnya melemahkan ketahanan nasional dari dalam.


Ini adalah bentuk "penjajahan era baru". Jika dulu bangsa kolonial merebut tanah dengan pasukan, sekarang sumber daya alam dikuras melalui skema bisnis dan kebijakan yang pro-kepentingan jangka pendek. Kedaulatan suatu bangsa tidak lagi hanya diukur oleh batas teritorial yang utuh, tetapi juga oleh kemampuannya mengelola dan melindungi sumber daya alam untuk kemakmuran rakyatnya secara berkelanjutan.


Lalu, apa yang harus dilakukan?


1. Pertahanan melalui Kebijakan Berdaulat: Indonesia membutuhkan kebijakan investasi yang berdaulat, yang menempatkan keberlanjutan ekologis dan keadilan sosial sebagai harga mati. Setiap investasi harus melalui filter ketat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang independen dan partisipatif.


2. Diplomasi Ekonomi yang Tegas: Hubungan bilateral dan multilateral harus dimanfaatkan untuk menegaskan bahwa Indonesia bukan pasar bebas bagi ekstraksi sumber daya yang merusak. Kerja sama harus berbasis transfer teknologi ramah lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal.


3. Penguatan Masyarakat Sipil dan Media: Masyarakat lokal, NGO, dan media harus menjadi "pasukan penjaga" pertama yang mengawasi setiap aktivitas investasi. Akses informasi dan partisipasi publik harus dikuatkan.


4. Penegakan Hukum yang Tanpa Kompromi: Pemerintah harus berani menindak tegas, mencabut izin, dan menuntut pertanggungjawaban perusahaan—baik asing maupun domestik—yang terbukti merusak lingkungan dan menyebabkan bencana.


Bencana di Sumatera dan Sulawesi adalah sirene peringatan. Kita sedang diuji, apakah mampu membedakan antara investasi yang membangun dan "investasi" yang merongrong kedaulatan dan masa depan bangsa. Perang modern ini membutuhkan kesadaran, kecerdasan, dan ketegasan baru. Kita harus berhenti menjadi penonton yang pasif, dan mulai menjadi bangsa yang berdaulat atas tanah, air, dan kekayaan alam sendiri. Jika tidak, kita bukan dikalahkan oleh invasi militer, tetapi oleh kontrak dan izin yang kita tanda tangani sendiri.**

Oleh : Arya kamandanu 

Editor : tim Redaksi 

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl