Oleh Aceng Syamsul Hadie,S.Sos.,MM.
Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional).
Meskipun dunia mengenal Taliban sebagai kekuatan yang merebut kembali Afghanistan, di dalam negeri mereka sendiri, tantangan utama bagi kekuasaan mereka datang dari kelompok ekstremis yang bahkan lebih radikal: Negara Islam Provinsi Khorasan (ISIS-K atau ISKP). Konflik antara Taliban dan ISIS-K bukanlah hal baru; ia bahkan sudah ada sebelum Taliban kembali berkuasa pada 2021. Namun, sejak Taliban membentuk pemerintahannya, dinamika perang antara kedua kelompok ini telah berubah secara signifikan.
Sebelum Agustus 2021, baik Taliban maupun ISIS-K beroperasi sebagai kelompok pemberontak yang bersaing di Afghanistan, terutama di provinsi Nangarhar. Mereka sering bentrok memperebutkan wilayah dan pengaruh. Taliban, yang didukung oleh jaringan Haqqani dan Al-Qaeda, memandang ISIS-K sebagai saingan ideologis dan ancaman terhadap agenda mereka yang berfokus pada pembentukan Imarah Islam di dalam batas-batas nasional Afghanistan. Di sisi lain, ISIS-K menganut interpretasi takfiri (mengkafirkan Muslim lain) dan visi kekhalifahan global, yang membuat mereka memandang Taliban dan Al-Qaeda sebagai "orang kafir" yang harus diperangi (HSToday, n.d.; ISS, n.d.).
Ketika Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus 2021, pemimpin ISIS-K segera mengecam pengambilalihan tersebut. Bagi Taliban, keberadaan ISIS-K menjadi ancaman utama terhadap klaim mereka atas stabilitas dan kontrol penuh atas negara. Ini memaksa Taliban bertransformasi dari sebuah gerakan pemberontak menjadi kekuatan yang harus melakukan operasi kontraterorisme dan kontra-pemberontakan (RUSI, 2023).
Strategi Taliban Melawan ISIS-K
Setelah berkuasa, Taliban langsung bergerak untuk menindak potensi lawan, termasuk pendukung ISIS-K dan penganut Salafisme yang sering dikaitkan dengan ideologi ISIS-K. Respons awal Taliban terhadap ancaman ISIS-K sering digambarkan sebagai brutal dan, pada awalnya, tidak terlalu efektif (RUSI, 2023). Mereka dilaporkan melakukan eksekusi tanpa pengadilan dan secara terbuka menampilkan jenazah individu yang dicurigai berkolaborasi dengan ISIS-K (State Department, 2023).
Namun, seiring waktu, strategi Taliban mulai berkembang dan menjadi lebih terarah.
1. Pendekatan Keras dan Penumpasan (Clampdown): Taliban telah melakukan penumpasan yang ketat terhadap basis-basis dan sel-sel ISIS-K di seluruh negeri. Ini termasuk operasi di kota-kota besar seperti Kabul dan Jalalabad, serta di provinsi-provinsi seperti Nangarhar dan Kandahar (State Department, 2023; Crisis Group, 2025). Mereka mengklaim telah menghancurkan banyak tempat persembunyian ISIS-K dan menangkap ratusan anggotanya.
2. Penargetan Kepemimpinan dan Jaringan: Taliban tampaknya telah mencapai beberapa keberhasilan dalam menargetkan para komandan dan pemimpin ISIS-K. Mereka telah belajar dengan cepat dalam melakukan operasi kontraterorisme, termasuk meningkatkan kemampuan intelijen mereka, untuk membunuh atau menangkap sejumlah komandan ISIS-K. Beberapa laporan menunjukkan Taliban bahkan berhasil menyusup ke dalam kelompok ISIS-K (RUSI, 2023; CSIS, n.d.).
3. Penindakan terhadap Salafisme: Mengingat bahwa beberapa anggota ISIS-K memiliki latar belakang Salafisme, Taliban juga menargetkan komunitas Salafi di Afghanistan. Mereka dilaporkan memerintahkan penutupan masjid dan seminari Salafi, serta mencoba menangkap ulama Salafi terkemuka (Wikipedia, 2025 Islamic State–Taliban conflict). Tindakan ini, meskipun mungkin didorong oleh sentimen anti-Salafi yang sudah lama ada di beberapa faksi Taliban, juga berfungsi sebagai upaya untuk membatasi ruang rekrutmen dan dukungan bagi ISIS-K.
4. Upaya Rekonsiliasi dan Reintegrasi (Terbatas): Meskipun mayoritas pendekatan Taliban bersifat represif, ada laporan yang menunjukkan bahwa mereka juga mencoba strategi rekonsiliasi dan reintegrasi. Di beberapa wilayah, seperti provinsi Nangarhar, mereka berhasil membujuk beberapa ratus anggota ISIS-K untuk menyerah, yang berkontribusi pada pembongkaran sebagian besar organisasi ISIS-K di sana (RUSI, 2023).
5. Pendanaan dan Logistik: Taliban juga berfokus pada upaya untuk menghambat aliran dana dan logistik ke ISIS-K. Keberhasilan dalam memblokir pendanaan telah memaksa ISIS-K untuk mengubah taktik dan strategi operasionalnya (RUSI, 2023).
Dinamika dan Efektivitas
Secara umum, Taliban memandang ISIS-K sebagai ancaman utama terhadap kekuasaan mereka dan klaim mereka akan keamanan. Meskipun HTS di Suriah telah mendapatkan pengakuan pragmatis dari Barat, Taliban di Afghanistan belum mendapatkan hal serupa, dan ini membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan bantuan kontraterorisme internasional. Meskipun demikian, laporan menunjukkan bahwa upaya kontraterorisme Taliban lebih efisien dari yang diperkirakan, setidaknya dalam jangka pendek (ResearchGate, n.d.). Jumlah serangan ISIS-K di Afghanistan memang telah menurun pada tahun 2025 (Crisis Group, 2025).
Namun, konflik ini masih berlangsung dan jauh dari selesai. ISIS-K telah menunjukkan kemampuan beradaptasi yang luar biasa dan telah beralih menjadi organisasi bawah tanah, memindahkan sebagian besar asetnya ke Afghanistan utara (RUSI, 2023). Mereka masih melancarkan serangan hit-and-run yang menargetkan warga sipil dan anggota Taliban, termasuk serangan profil tinggi terhadap kedutaan asing (seperti Pakistan dan Tiongkok) dan infrastruktur (Wikipedia, 2025 Islamic State–Taliban conflict; CSIS, n.d.).
ISIS-K juga terus berambisi untuk mendirikan kekhalifahan global, yang kontras dengan ambisi Taliban yang lebih berorientasi pada negara nasional. Konflik ideologis ini memastikan bahwa permusuhan antara kedua kelompok akan terus berlanjut. ISIS-K juga berupaya mengeksploitasi ketidakstabilan internal Afghanistan untuk memperluas strukturnya dan memobilisasi pendukung dari negara-negara tetangga (PISM, n.d.).
Selain itu, meskipun Taliban mengklaim telah mengendalikan ancaman ISIS-K, laporan-laporan tetap muncul mengenai serangan-serangan signifikan yang dilakukan oleh kelompok ini di Afghanistan, Pakistan, dan bahkan Iran dan Rusia (NCTC, 2025; FMSO, 2024). Ada juga kekhawatiran bahwa ketegangan Taliban dengan pemerintah Pakistan, yang memungkinkan kelompok anti-Pakistan seperti Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) untuk beroperasi dari wilayah Afghanistan, secara tidak langsung juga memberikan kesempatan bagi ISIS-K untuk bergerak melintasi perbatasan dan menghindari deteksi Taliban (CSIS, n.d.).
Kesimpulan
Taliban telah menghadapi ISIS-K dengan pendekatan yang keras dan terarah, mencapai beberapa keberhasilan dalam menekan operasi mereka di dalam Afghanistan. Namun, konflik ideologis yang mendalam dan kemampuan adaptasi ISIS-K berarti ancaman ini masih jauh dari kata usai. Taliban, sebagai penguasa baru, harus terus menguji kemampuan kontraterorisme mereka dalam menghadapi musuh yang licin dan gigih, sambil menavigasi isolasi internasional yang membatasi akses mereka terhadap dukungan yang mungkin dibutuhkan untuk memberantas sepenuhnya ancaman ekstremisme ini.*RNO