THE REAL NEWS ONE - Jakarta Sidang ketiga perkara gugatan perdata PMH terhadap Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) kembali digelar hari ini bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 215/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst di PN Jakarta Pusat. Rabu, 21 Mei 2025.
Tim kuasa hukum dari pihak penggugat hadir lengkap yakni Irjen Pol. (Purn.) Dr. H. Agung Makbul, S.H., M.H. (Ketua Tim), Eddy Suzendi, S.H,Arief Fahrurrozie Hidayat, S.H., M.H juga M. Budi Susandi, S.H., M.H.
Sementara dari pihak tergugat, kuasa hukum PT Lintas Marga Sedaya (LMS) hadir bersama perwakilan dari BPJT Kementerian PUPR. PT Astra Infra Toll kembali belum hadir dan akan dipanggil ulang oleh majelis hakim.
Gugatan ini berkaitan dengan kecelakaan maut di KM 176+300 Jalur B Tol Cipali yang menyebabkan satu orang meninggal dan tiga lainnya luka berat. Salah satunya adalah pengemudi, yang mengalami cedera berat pada kedua kakinya, serta pembantu pengemudi yang lengan kirinya patah akibat tertimpa Rambu Pengarah Penabrak (RPPJ) yang tercerabut dari badan jalan. Atas hal itu, sopir dan kernet bus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
"Kami menegaskan, dalam konteks ini, pengemudi adalah korban, bukan pelaku. Menjadikannya sebagai tersangka tanpa investigasi sistemik dan tanpa riset teknis mendalam mencerminkan lemahnya profesionalisme dan pengabaian pada prinsip keadilan dalam penanganan kecelakaan lalu lintas di jalan tol.
Jalan tol bukan hanya jalur cepat untuk kendaraan bermotor ini adalah ruang hidup, tempat nyawa dipertaruhkan setiap hari” ujar Eddy Suzendi, dalam pernyataan resmi seusai sidang.
* Gugatan Moral dan Konstitusional.
Tim kuasa hukum menggugat berdasarkan dugaan pelanggaran terhadap:
UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
PP No. 23 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Jalan Tol.
Permen PUPR No. 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol.
Irjen Pol. (Purn.) Agung Makbul, S.H., M.H. menegaskan, "Bahwa ini adalah gugatan bersejarah karena menggugat BUJT bukan sekadar sebagai entitas bisnis, tetapi penanggung jawab atas keselamatan publik" tegasnya.
* Menolak Kriminalisasi Pengemudi Korban.
Kami menyayangkan pendekatan hukum yang selalu terburu-buru menjadikan pengemudi sebagai tersangka tunggal dalam kecelakaan di jalan tol, padahal penyebab utamanya bisa jadi berasal dari kelalaian pengelola jalan: sistem drainase yang gagal, jalan berlubang atau bergelombang, RPPJ yang rapuh, hingga tidak adanya prinsip forgiving road dalam desainnya.
Jika sistem tidak diaudit, tidak diteliti, dan tidak dievaluasi melalui riset menyeluruh (R&D), maka tragedi hanya akan diulang, dan pengemudi akan terus menjadi kambing hitam dari sistem yang lalai.
* Hak Hidup, Bukan Sekadar Lalu Lintas.
Gugatan senilai Rp 102 miliar yang kami ajukan bukan sekadar soal ganti rugi. Ini adalah bentuk perjuangan untuk mengembalikan martabat manusia di jalan raya, untuk memastikan bahwa hak hidup warga negara tidak dikorbankan oleh kelalaian sistemik.
Semoga majelis hakim tak hanya membaca pasal, tapi juga mendengar hati nurani. Karena jalan tol bukan milik negara semata ia adalah milik rakyat yang membayar dengan uang dan, terkadang, nyawa” pungkas Eddy Suzendi dengan penuh harap.
Redaksi RN.