Gambar

Gambar

Iklan

Bara di Bawah Pasir: Ketika Perang Iran-Israel dan Kegigihan Al-Qassam Mengancam Dunia

Redaksi one
Rabu, 23 Juli 2025
Last Updated 2025-07-23T13:41:23Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

 

Oleh Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh

Dosen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh


THE REAL NEWS ONE _
Dunia kini menatap cemas ke Timur Tengah, di mana api konflik yang telah lama membara antara Iran dan Israel telah meledak menjadi konfrontasi langsung yang mengerikan. Bayangan perang skala penuh membentang, diselimuti oleh kegigihan tak terduga dari sebuah kelompok bersenjata di Gaza, Brigade Al-Qassam. Ini bukan lagi sekadar konflik regional; ini adalah simfoni ketegangan geopolitik yang berpotensi menyeret kita semua ke dalam pusaran kekacauan yang tak terbayangkan, bahkan mungkin Perang Dunia Ketiga.

Selama beberapa dekade, hubungan Iran dan Israel adalah tarian di balik tirai. Iran, dengan filosofi "poros perlawanan"-nya, menggunakan kekuatan proksi seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza untuk menekan musuh bebuyutannya. Ini adalah permainan catur yang rumit, di mana setiap gerakan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari konfrontasi langsung yang besar. Israel, di sisi lain, merespons dengan operasi rahasia, serangan siber, dan pembunuhan target yang presisi, selalu menjaga agar konflik tetap berada di ambang batas.

Namun, tirai itu kini telah terkoyak. Serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus pada April 2024, yang menewaskan komandan Garda Revolusi Iran, dianggap Teheran sebagai deklarasi perang terhadap kedaulatan mereka. Responnya pun datang dengan gemuruh yang menggelegar: gelombang rudal dan drone yang belum pernah terjadi sebelumnya meluncur langsung ke jantung Israel. Dunia menahan napas saat sirene meraung di atas Yerusalem, meskipun sebagian besar proyektil berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat dan sekutunya.

Balasan Israel, meskipun lebih terbatas dalam skala, mengukuhkan siklus balas dendam yang mematikan. Laporan mengisyaratkan serangan terhadap fasilitas militer dan mungkin juga nuklir Iran, semakin meningkatkan taruhan. Ini bukan lagi perang proksi yang aman; ini adalah konfrontasi langsung, sebuah babak baru yang mengubah peta geopolitik Timur Tengah. Para pemimpin di Teheran dan Tel Aviv kini berbicara dalam bahasa ancaman yang terbuka, mengibarkan bendera perang jangka panjang. Iran bersumpah akan membalas setiap serangan AS yang terlibat, sementara Israel bersiap untuk skenario terburuk.

Di tengah ketegangan ini, peran pemain kunci lainnya tak bisa diabaikan. Amerika Serikat, sebagai sekutu setia Israel, telah berulang kali menegaskan komitmennya terhadap keamanan Tel Aviv, bahkan terlibat langsung dalam menangkis serangan Iran. Namun, keterlibatan AS juga menjadi pedang bermata dua; setiap langkah yang lebih dalam berpotensi menyeret Washington ke dalam pusaran konflik yang lebih besar. Sementara itu, kekuatan global seperti Rusia dan Tiongkok, dengan kepentingan strategis dan ekonomi mereka di kawasan, mengamati dengan cermat, siap untuk bertindak jika stabilitas vital mereka terancam. Bayangan Perang Dingin baru, dengan Timur Tengah sebagai titik nyalanya, mulai terlihat samar di cakrawala.

 Ketahanan Tak Terduga: Kegigihan Brigade Al-Qassam di Gaza

Di tengah hiruk pikuk ketegangan Iran-Israel, ada narasi lain yang tak kalah dramatis: kegigihan tak terduga dari Brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas, di Jalur Gaza. Meskipun dikepung dan menghadapi salah satu kekuatan militer tercanggih di dunia, Al-Qassam terus menunjukkan kemampuan adaptasi dan ketahanan yang membuat IDF kewalahan. Ini adalah bukti bahwa semangat perlawanan, meskipun diperangi dengan kekuatan yang jauh lebih besar, dapat menjadi kekuatan yang gigih.

Keberhasilan Al-Qassam bukanlah tentang mengalahkan IDF dalam pertempuran konvensional; itu adalah tentang seni perang asimetris. Mereka telah menyempurnakan taktik gerilya di lingkungan perkotaan yang padat, mengubah setiap bangunan dan gang sempit menjadi jebakan maut. Jaringan terowongan bawah tanah yang luas, dijuluki "Metro Gaza," adalah urat nadi perlawanan mereka. Melalui terowongan ini, pejuang Al-Qassam dapat muncul dari tanah yang dianggap aman, melancarkan serangan kejutan dari belakang atau samping, menyergap kendaraan lapis baja, dan kemudian menghilang ke dalam kegelapan. Ini menciptakan ketidakpastian yang konstan bagi pasukan IDF, mengubah setiap langkah maju menjadi risiko yang dihitung.

Serangan jarak dekat telah menjadi ciri khas Al-Qassam. Mereka sengaja memancing tentara Israel ke dalam pertempuran di dalam bangunan atau lorong sempit, tempat keunggulan teknologi IDF menjadi tidak relevan. Bahan peledak improvisasi (IED) dan ranjau yang dipasang dengan cerdik telah menjadi momok bagi kendaraan lapis baja Israel, seringkali menyebabkan kerugian personel dan material yang signifikan. Video-video yang beredar menunjukkan tank-tank canggih Israel, yang dianggap tak terkalahkan, terkena ledakan besar, sebuah pukulan telak bagi citra superioritas IDF.

Di luar pertempuran darat, Al-Qassam terus meluncurkan roket dan mortir ke wilayah Israel. Meskipun banyak yang dicegat oleh sistem Iron Dome, tujuannya bukan hanya untuk menyebabkan kerusakan fisik. Ini adalah perang psikologis, menjaga penduduk Israel dalam keadaan siaga tinggi, memicu sirene peringatan yang mengganggu kehidupan normal, dan menjadi simbol perlawanan yang tak pernah padam. Mereka bahkan telah menunjukkan kemampuan dalam memproduksi roket dan beberapa jenis senjata lainnya secara lokal, mengurangi ketergantungan pada pasokan eksternal yang rentan terhadap blokade.

Operasi "Badai Al-Aqsa" pada 7 Oktober 2023 adalah manifestasi paling dramatis dari keberhasilan taktis Al-Qassam. Penembusan perbatasan Israel yang tak terduga, penguasaan pos-pos militer, dan penculikan sandera adalah pukulan telak yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi intelijen dan keamanan Israel, mengubah dinamika konflik secara fundamental. Meskipun diikuti oleh respons militer Israel yang sangat masif dan menghancurkan Gaza, operasi ini menunjukkan tingkat perencanaan, keberanian, dan kemampuan infiltrasi yang luar biasa dari Al-Qassam.

Keberhasilan-keberhasilan ini, meskipun tidak berarti kemenangan militer mutlak, telah menciptakan "perang gesekan" yang mahal bagi Israel. Al-Qassam menyadari bahwa mereka tidak dapat mengalahkan IDF di medan perang konvensional, tetapi mereka dapat terus menimbulkan kerugian, memperpanjang konflik, dan menguras sumber daya Israel. Ini adalah tekanan mental dan fisik yang luar biasa bagi tentara IDF, yang harus beroperasi di lingkungan yang tidak ramah, melawan musuh yang bersembunyi di antara warga sipil. Ketidakpastian ancaman dan kesulitan dalam melumpuhkan seluruh jaringan terowongan telah menjadi dilema besar bagi kepemimpinan Israel.

 Bayang-Bayang Perang Dunia Ketiga: Sebuah Skenario Menakutkan

Pertanyaan yang menghantui pikiran banyak orang adalah: seberapa jauh konflik ini bisa meluas, dan mungkinkah itu memicu Perang Dunia Ketiga? Skenario ini, meskipun mengerikan, bukanlah fantasi belaka jika beberapa faktor kunci saling terkait.

Pertama, keterlibatan langsung kekuatan besar adalah pemicu utama. Jika Amerika Serikat, dalam upayanya melindungi Israel atau kepentingannya sendiri di Timur Tengah, memutuskan untuk melancarkan serangan militer skala besar terhadap fasilitas nuklir atau militer Iran, respons Teheran mungkin akan sangat merusak. Iran dapat menargetkan pangkalan AS di seluruh wilayah, dan bahkan mengancam jalur pelayaran vital. Pada saat yang sama, Rusia dan Tiongkok, yang memiliki kepentingan strategis di Timur Tengah dan melihat peningkatan pengaruh AS sebagai ancaman, mungkin akan merasa terdorong untuk campur tangan, baik secara diplomatik, ekonomi, atau bahkan militer secara tidak langsung, menciptakan blok-blok kekuatan yang saling berhadapan.

Kedua, perluasan perang proksi bisa menjadi katalis. Jika konflik Iran-Israel meledak, Hizbullah di Lebanon kemungkinan besar akan melancarkan serangan besar-besaran ke Israel, membuka front utara yang jauh lebih mematikan. Kelompok-kelompok milisi yang didukung Iran di Irak dan Suriah juga bisa meningkatkan serangan terhadap pasukan AS atau sekutunya. Konflik di Gaza, yang menjadi pemicu awal, tetap menjadi bara api yang setiap saat bisa menyulut api yang lebih besar, menarik lebih banyak pemain ke dalam pusaran kekerasan.

Ketiga, dampak ekonomi global akan sangat menghancurkan. Timur Tengah adalah jantung energi dunia. Gangguan terhadap Selat Hormuz, jalur pengiriman minyak vital, atau Terusan Suez, akan menyebabkan lonjakan harga minyak global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini akan memicu inflasi yang melumpuhkan di seluruh dunia, menyeret ekonomi global ke dalam resesi mendalam, bahkan mungkin stagflasi yang menakutkan. Pasar keuangan akan ambruk, investasi akan mengering, dan negara-negara berkembang akan sangat terpukul.

Keempat, program nuklir Iran menjadi ancaman yang membayangi. Jika Israel merasa terpojok atau terancam secara eksistensial, mereka mungkin akan melancarkan serangan preemptif yang lebih besar untuk melumpuhkan kapasitas nuklir Iran. Ini bisa memicu Iran untuk keluar dari semua perjanjian non-proliferasi dan secara terbuka mengejar senjata nuklir, memicu perlombaan senjata nuklir yang tak terkendali di kawasan yang sudah labil.

Terakhir, gelombang pengungsi dan ketidakstabilan regional akan menjadi konsekuensi tak terelakkan. Konflik skala penuh akan menciptakan krisis kemanusiaan masif, dengan jutaan orang terpaksa mengungsi, membebani negara-negara tetangga dan menciptakan ketegangan sosial serta politik di seluruh dunia.

 Jalan Menuju Perdamaian: Sebuah Harapan yang Tipis

Meskipun bayang-bayang perang besar membayangi, upaya diplomatik masih terus dilakukan, meskipun dengan harapan yang tipis. Komunitas internasional, melalui PBB dan berbagai forum, terus menyerukan de-eskalasi dan penahanan diri. Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dan anggota G20, didorong untuk memainkan peran lebih aktif dalam diplomasi, menggunakan pengaruhnya di ASEAN dan OKI untuk mendorong dialog dan mencari solusi damai. Konsistensi Jakarta dalam memperjuangkan isu Palestina, sebagai salah satu akar konflik di Timur Tengah, dapat menjadi fondasi bagi upaya mediasi yang lebih luas.

Namun, jalan menuju perdamaian sangat terjal. Retorika keras dari kedua belah pihak, kurangnya kepercayaan, dan komitmen terhadap keamanan masing-masing membuat setiap langkah menuju de-eskalasi menjadi perjuangan berat. Pilihan yang diambil oleh para pemimpin di Teheran, Tel Aviv, dan Washington akan menentukan nasib tidak hanya Timur Tengah, tetapi juga stabilitas global.

Bara di bawah pasir, yang selama ini tersembunyi, kini telah berkobar. Kegigihan Al-Qassam dan eskalasi Iran-Israel adalah pengingat yang menyakitkan betapa rapuhnya keseimbangan global. Semoga kebijaksanaan akan mengalahkan hasrat untuk membalas, dan dunia dapat menghindari pusaran kegelapan Perang Dunia Ketiga.***RN

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl